Oleh: Thissa Saraswati
Pembahasan tentang etika bisnis dalam Islam bukanlah hal baru, dalam era modern yang dituntut dengan melek digitalisasi seperti sekarang ini membuat dunia bisnis semakin kompetitif, praktik kecurangan, serta manipulasi membuat krisis moral dan ketimpangan ekonomi menjadi konsekuensi nyata dari sistem yang menomorsatukan keuntungan dan mengesampingkan etika yang sering kali diwarnai dengan praktik tidak etis demi mengejar keuntungan sebesar-besarnya.
Dalam konteks ini, ajaran Islam hadir dalam konsep etika bisnis yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan materi saja, tetapi juga pada nilai-nilai moral dan spiritual yang mulia. Etika bisnis Islam merupakan seperangkat prinsip yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, dan ajaran para ulama untuk membimbing umat Islam dalam menjalankan aktivitas ekonomi secara adil, jujur, dan bertanggung jawab. Dalam situasi seperti ini, etika bisnis Islam layak dipertimbangkan sebagai alternatif dan solusi moral yang relevan untuk diterapkan, tidak hanya oleh umat Islam, tetapi oleh siapa saja yang mendambakan bisnis yang adil dan berkelanjutan.
Etika bisnis Islam adalah aturan dan prinsip moral yang mengatur perilaku pelaku bisnis berdasarkan nilai-nilai Islam. Dalam Islam, bisnis dipandang sebagai bagian dari ibadah, sehingga setiap transaksi yang dilakukan harus memenuhi syarat kehalalan, kejujuran, keadilan, dan tidak merugikan pihak lain. Etika ini menuntun umat Islam agar tidak hanya mencari keuntungan dunia saja, tetapi juga keberkahan dan ridha Allah SWT. Etika bisnis Islam bukan sekadar aturan, tetapi merupakan panduan hidup yang membentuk karakter pelaku bisnis agar tidak hanya sukses secara finansial, tetapi juga bermartabat secara spiritual. Dalam sistem Islam, bisnis adalah amanah dan jalan menuju ibadah. Oleh karena itu, penerapan nilai-nilai Islam dalam dunia usaha bukan hanya membawa kebaikan bagi individu, tetapi juga untuk masyarakat luas.
Etika bisnis Islam menekankan kejujuran, keadilan, tanggung jawab sosial, serta larangan atas praktik merugikan seperti riba, penipuan, dan monopoli. Prinsip-prinsip ini bukan sekadar idealisme agama, melainkan pedoman praktis yang dapat menciptakan hubungan yang sehat antara pelaku usaha, konsumen, dan masyarakat. Dengan kata lain, etika bisnis Islam berperan sebagai penyeimbang antara kepentingan ekonomi dan nilai-nilai kemanusiaan. Jika diterapkan secara konsisten, etika bisnis Islam dapat mengubah wajah dunia usaha menjadi lebih transparan dan berkeadilan. Bayangkan sebuah sistem di mana keuntungan diperoleh tanpa merugikan pihak lain, di mana keberkahan lebih diutamakan daripada kerakusan, dan di mana kesuksesan diukur bukan hanya dari omzet, tetapi juga dari kebermanfaatan sosial.
Namun, penerapan etika ini tentu membutuhkan kesadaran kolektif dan komitmen dari berbagai pihak, mulai dari pelaku usaha, pemerintah, hingga konsumen. Pemerintah dapat mendukung dengan regulasi yang mendorong praktik bisnis halal dan etis. Pelaku usaha perlu menjadikan etika Islam sebagai fondasi, bukan sekadar label. Dan konsumen, sebagai penggerak pasar, dapat memilih untuk mendukung produk dan jasa yang dibangun di atas nilai-nilai moral.
Akhirnya, sudah saatnya dunia bisnis menempatkan etika sebagai fondasi, bukan sekadar hiasan. Etika bisnis Islam menawarkan jalan untuk tidak hanya membangun usaha yang menguntungkan, tetapi juga berkontribusi pada masyarakat yang lebih adil dan bermartabat.
Penulis: Thissa Saraswati (Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Jambi)
(Redaksi)